Latar Belakang
Sumenep atau dalam
bahasa Madura Songennep, adalah salah satu kabupaten di Pulau Madura, Jawa Timur. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau Madura,
kondisi geografi wilayahnya terdiri dari daratan dan Kepulauan sebanyak 126
Pulau. Wilayah ini dulunya merupakan wilayah bagian kerajaan-kerajaan besar
yang berpusat di Pulau Jawa, seperti: Kerajaan Singasari, Majapahit, Demak,
serta Mataram. Sumenep saat ini merupakan salah satu destinasi tujuan wisata di
Jawa Timur, Khususnya Madura. Akses menuju Sumenep begitu mudah, bisa dilalui
baik menggunakan dengan kendaraan primadi maupun umum. Terlebih setelah
diresmikannya Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.
Waktu tempuh untuk menuju daerah ini terasa begitu singkat dengan akses yang
begitu mudah. kabupaten Sumenep yang area geografinya dikelilingi oleh beberapa
selat dan lautan sering menjadi persinggahan kapal-kapal pesiar Internasional
yang lewat.
Objek wisata alamnya yang begitu indah, terutama Pantai
Lombang dengan hutan cemara udangya dan Pantai Slopeng dengan bukit pasir
putihnya nampak begitu mempesona. Selain itu para wisatawan juga dapat
melakukakn wisata air dibeberapa wilayah kepulauan Sumenep, seperti :
Pulau Mamburit, Sapudi, kangean, Raas dimana pemandangan lautnya yang beriaskan
batu koral cantik dan ribuan ikan nemon begitu terasa menakjubkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Kerajaan Sumenep?
2.
Bagaimana Sejarah Kabupaten Sumenep?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui sejarah kerajaan Sumenep
2.
Untuk mengetahui sejarah kabupaten Sumenep
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kerajaan Sumenep
Sejarah Sumenep jaman dahulu diperintah oleh seorang
Raja. Ada 35 Raja yang telah memimpin kerajaan Sumenep. Dan, sekarang ini telah
dipimpin oleh seorang Bupati. Ada 14 Bupati yang memerintah Kabupaten Sumenep.
Mengingat
sangat keringnya informasi/data yang otentik seperti prasati, pararaton, dan
sebagainya mengenai Raja Sumenep maka tidak seluruh Raja-Raja tersebut kami
ekspose satu persatu, kecuali hanya Raja-Raja yang menonjol saja
popularitasnya.
Pendekatan
yang kami gunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan historis dan kultural,
selain itu kami gunakan juga pendekatan ekonomis, psikologis dan edukatif.
1.
Jaman Pemerintah Kerajaan Arya Wiraraja
Arya
Wiraja dilatik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269,
yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Selama dipimpin
oleh Arya Wiraja, banyak kemajuan yang dialami kerajaan Sumenep. Pria yang
berasal dari desa Nangka Jawa Timur ini memiliki pribadi dan
kecakapan/kemampuan yang baik. Arya Wiraja secara umum dikenal sebagai seorang
pakar dalam ilmu penasehat/pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan
terarah sehingga banyak yang mengira Arya Wiraja adalah seorang dukun.
Adapun jasa-jasa
Arya Wiraja:
a.
Mendirikan Majapahit
bersama dengan Raden Wijaya.
b.
Menghancurkan tentara
Cina/tartar serta mengusirnya dari tanah Jawa.
Dalam
usia 35 Tahun, karier Arya Wiraja cepat menanjak. Mulai jabatan Demang Kerajaan
Singosari kemudian dipromosikan oleh Kartanegara Raja Singosari menjadi Adipati
Kerajaan Sumenep, kemudian dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan
Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang. Setelah Arya Wiraja
meninggalkan Sumenep, kerajaan di ujung timur Madura itu mengalami kemunduran.
kekuasaan diserahkan kepada saudaranya Arya Bangah dan keratonnya pindah dari
Batuputih ke Banasare di wilayah Sumenep juga. Selanjutnya diganti oleh
anaknya, yang bernama Arya Danurwendo, yang keratonnya pindah ke Desa Tanjung.
Dan selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya asparati. Diganti pula
oleh anaknya bernama Panembahan Djoharsari. Selanjutnya kekuasaan dipindahkan
kepada anaknya bernama Panembahan Mandaraja, yang mempunyai 2 anak bernama
Pangeran Bukabu yang kemudian menganti ayahnya dan pindah ke Keratonnya di
Bukabu (Kecamatan Ambunten). Selanjutnya diganti oleh adiknya bernama Pangeran
Baragung yang kemudian pindah ke Desa Baragung (Kecamatan Guluk-guluk).
2. Pangeran Jokotole
(Pangeran Secodiningrat III)
Pangeran
Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460). Jokotole
da adiknya bernama Jokowedi lahir dari Raden Ayu Potre Koneng, cicit dari
Pangeran Bukabu sebagai hasil dari perkawinan bathin (melalui mimpi) dengan
Adipoday (Raja Sumenep ke 12). Karena hasil dari perkawinan Bathin itulah, maka
banyak orang yang tidak percaya. Dan akhirnya, seolah-olah terkesan sebagai
kehamilan diluar nikah. Akhirnya menimbulkan kemarahan kedua orang tuanya,
sampai akan dihukum mati. Sejak kehamilannya, banyak terjadi hal-hal yang aneh
dan diluar dugaan. Karena takut kepada orang tuanya maka kelahiran bayi RA
Potre Koneng langsung diletakkan di hutan oleh dayangya. Dan, ditemukan oleh
Empu Kelleng yang kemudian disusui oleh kerbau miliknya.
Peristiwa
kelahiran Jokotole, terulang lagi oleh adiknya yaitu Jokowedi. Kesaktian
Jokotole mulai terlihat pada usia 6 tahun lebih, seperti membuat alat-alat
perkakas dengan tanpa bantuan dari alat apapun hanya dari badanya sendiri, yang
hasilnya lebih bagus ketimbang ayah angkatnya sendiri. Lewat kesaktiannya
itulah maka ia membantu para pekerja pandai besi yang kelelahan dan sakit
akibat kepanasan termasuk ayah angkatnya dalam pengelasan membuat pintu gerbang
raksasa atas pehendak Brawijaya VII. Dengan cara membakar dirinya dan kemudian
menjadi arang itulah kemudian lewat pusarnya keluar cairan putih. Cairan putih
tersebut untuk keperluan pengelasan pintu raksasa. Dan, akhirnya ia diberi
hadiah emas dan uang logam seberat badannya. Akhirnya ia mengabdi di kerajaan
Majapahit untuk beberapa lama.
Banyak
kesuksessan yang ia raih selama mengadi di kerajaan Majapahit tersebut yang
sekaligus menjadi mantu dari Patih Muda Majapahit. Setibanya dari Sumenep ia
bersama istrinya bernama Dewi Ratnadi bersua ke Keraton yang akhirnya bertemu
dengan ibunya RA Potre Koneng dan kemudian dilantik menjadi Raja Sumenep dengan
Gelar Pangeran Secodiningrat III. Saat menjadi raja ia terlibat pertempuran
besar melawan raja dari Bali yaitu Dampo Awang, yang akhirnya dimenangkan oleh
Raja Jokotole dengan kesaktiannya menghancurkan kesaktiannya Dampo Awang. Dan
kemudian kekuasaannya berakhir pada tahun 1460 dan kemudian digantikan oleh
Arya Wigananda putra pertama dari Jokotole.
3. Raden Ayu Tirtonegoro Dan
Bindara Saod
Raden Ayu Tirtonegoro merupakan satu-satunya
pemimpin wanita dalam sejarah kerajaan Sumenep sebagai Kepala Pemerintahan yang
ke 30. Menurut hikayat RA Tirtonegoro pada suatu malam bermimipi supaya Ratu
kawin dengan Bindara Saod. Setelah Bindara Saod dipanggil, diceritakanlah mimpi
itu. Setelah ada kata sepakat perkawinan dilaksanakan, Bindara Saodmenjadi
suami Ratu dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro.
Terjadi peristiwa tragis pama masa
pemerintahan Ratu Tirtonegoro. Raden Purwonegoro Patih Kerajaan Sumenep waktu
mencintai Ratu Tirtonegoro, sehingga sangat membenci Bindara Saod, bahkan
merencanakan membunuhnya. Raden Purwonegoro datang ke keraton lalu mengayunkan
pedang namun tidak mengenai sasaran dan pedang tertancap dalam ke tiang
pendopo. Malah sebaliknya Raden Purwonegoro tewas di tangan Manteri
Sawunggaling dan Kyai Sanggatarona. Seperti diketahui bahwa Ratu Tirtonegoro
dan Purwonegoro sama-sama keturunan Tumenggung Yudonegoro Raja Sumenep ke 23.
Akibatnya keluarga kerajaan Sumenep menjadi dua golongan yang berpihak pada
Ratu Tirtonegoro diperbolehkan tetap tinggal di Sumenep dan diwajibkan merubah
gelarnya dengan sebutan Kyai serta berjanji untuk tidak akan menentang Bindara
Saod sampai tujuh turunan. Sedang golongan yang tidak setuju pada ketentuan
tersebut dianjurkan meninggalkan kerajaan Sumenep dan kembali ke Pamekasan,
Sampang atau Bangkalan.
4. Panembahan Somala
Bindara Saod dengan isterinya yang pertama
di Batu Ampar mempunyai 2 orang anak. Pada saat kedua anak Bindara Saod itu
datang ke keraton memenuhi panggilan Ratu Tirtonegoro, anak yang kedua yang
bernama Somala terlebih dahulu dalam menyungkem kepada Ratu sedangkan kakaknya
mendahulukan menyungkem kepada ayahnya (Bindara Saod). Saat itu pula keluar
wasiat Sang Ratu yang dicatat oleh sektretaris kerajaan. Isi wasiat menyatakan
bahwa di kelak kemudian hari apabila Bindara Saod meninggal maka yang
diperkenankan untuk mengganti menjadi Raja Sumenep adalah Somala. Setelah Bindara
Saod meninggal 8 hari kemudian Ratu Tirtonegoro ikut meninggal tahun 1762,
sesuai dengan wasiat Ratu yang menjadi Raja Sumenep adalah Somala dengan gelar
Panembahan Notokusumo I.
Beberapa
peristiwa penting pada zaman pemerintahan Somala antara lain menyerang negeri
Blambangan dan berhasil menang sehingga Blambangan dan Panarukan menjadi
wilayah kekuasaan Panembangan Notokusumo I. Kemudian beliau membangun keraton
Sumenep yang sekarang berfungsi sebagai Pendopo Kabupaten. Selanjutnya beliau
membangun Masjid Jamik pada tahuhn 1763, Asta Tinggi (tempat pemakaman
Raja-Raja Sumenep dan keluarganya) juga dibangun oleh beliau.
5. Sultan Abdurrachman
Pakunataningrat
Sultan
Abdurrachman Pakunataningrat bernama asli Notonegoro putra dari Raja Sumenep
yaitu Panembahan Notokusumo I. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat mendapat
gelar Doktor Kesusastraan dari pemerintah Inggris, karena beliau pernah
membantu Letnan Gubernur Jendral Raffles untuk menterjemahkan tulisan-tulisan
kuno di batu kedalam bahasa Melayu. Beliau memang meguasai berbagai
bahasa, seperti bahasa Sansekerta, Bahasa Kawi, dan sebagainya. Dan, juga ilmu
pengetahuan dan Agama. Disamping itu pandai membuat senjata Keris. Sultan
Abdurrachman Pakunataningrat dikenal sangat bijaksana dan memperhatikan rakyat
Sumenep, oleh karena itu ia sangat disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyat
Sumenep sampai sekarang.
Daftar
Raja yang pernah memerintah di Sumenep
|
B. Kabupaten Sumenep
Sumenep (bahasa Madura: Songènèb)
adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 2.093,45 km² dan populasi 1.041.915 jiwa. Ibu kotanya
ialah Kota Sumenep. Nama Songènèb
sendiri dalam arti etimologinya merupakan Bahasa Kawi / Jawa Kuno yang jika
diterjemaahkan mempunyai makna sebagai berikut : Kata “Sung” mempunyai arti sebuah relung/cekungan/lembah, dan kata “ènèb” yang berarti endapan yang
tenang, maka jika diartikan lebih
dalam lagi Songènèb / Songennep (dalam bahasa Madura) mempunyai arti
"lembah/cekungan yang tenang".
Penyebutan
Kata Songènèb sendiri sebenarnya sudah popular semenjak Kerajaan Singhasari
sudah berkuasa atas Jawa, Madura dan Sekitarnya, seperti yang telah disebutkan
dalam kitab Pararaton tentang penyebutan daerah "Sumenep" pada saat
sang Prabu Kertanegara mendinohaken (menyingkirkan) Arya Wiraraja (penasehat
kerajaan dalam bidang politik dan pemerintahan) ke Wilayah Sumenep, Madura
Timur tahun 1926 M '“Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran
Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira,
dinohaksen, kinun adipati ring Sungeneb, anger ing Madura wetan”.' Yang
artinya “Adalah seorang hambanya,
keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya
Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di
Sumenep. Bertempat tinggal di Madura timur.”
Era Pra Kolonial
Menurut Sumber-Sumber dari
Cina, semenjak Pemerintahan Raja Airlangga, daerah Negara Madura dibagi menjadi
dua daerah bagian, yaitu Madura Barat dan Madura Timur. Madura Barat, dikuasai
oleh Kerajaan Widarba dengan Rajanya yaitu Bala Dewa, yang merupakan negara
mertua Khrisna, sedangkan untuk Madura timur dikuasai oleh kerajaan
Mandaraka dengan Rajanya Prabu Salya. Kerajaan Mandaraka tersebut terletak di
Sumenep.
Pada
Era Kerajaan Singhasari, daerah Sumenep dipimpin oleh seorang Adipati yang juga
menjadi dalang pembangunan Kerajaan Majapahit, yaitu Arya Wiraraja. Dituliskan
dalam berbagai kitab dan prasasti, salah satunya dalam kitab pararaton, bahwa
Arya Wiraraja tidak dipercaya lagi oleh Raja Wisnuwardhana dan dinohaken
(dijauhkan) ke Sumenep, Madura timur tepat pada tanggal 31 Oktober 1269 Masehi. “Hanata Wongira, babatangira buyuting
Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira,
dinohaksen, kinun adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan”.
Yang artinya: Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Yang artinya: Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Era Kolonial
Menurut buku "Tjareta Naghara Songenep",
Pemerintahan Kompeni atau VOC datang ke wilayah Sumenep pada kurun pemerintahan
Raden Bugan ( Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara ) yang memerintah pada tahun
1648-1672, yang merupakan salah seorang sahabat dari Pangeran Trunojoyo. Setelah
perjuangan Trunojoyo dapat dipatahkan oleh kompeni, maka Wilayah Pamekasan dan
Sumenep kemudian takluk kepada kekuasaan Kompeni. Bahkan sepeninggal Kanjeng Tumenggung
Ario Yudonegoro, Kompeni ikut campur menentukan tampuk pemerintahan di Sumenep.
Pada
tahun 1704 Pangeran Cakraningrat meninggal dan di Mataram terjadi peristiwa
penandatanganan perjanjian antara Pangeran Puger dengan Kompeni, bahwa Kompeni
mengakui kekuasaan Pangeran Puger yang saat itu sedang berselisih dengan Sunan
Mas (Amangkurat III) atas Kesultanan Mataram di Plered. Sebaliknya Pangeran
Puger berkewajiban menyerahkan sebagian dari tanah Jawa dan Madura bagian Timur
kepada Kompeni. Dengan demikian untuk yang kedua kalinya Sumenep jatuh ke
tangan Kompeni,hal tersebut terjadi dalam perjanjian antara Susunuhan Kerajaan
Mataram dengan Kompeni pada tanggal pada tanggal 5 Oktober 1705. Adapun pernyataan tersebut ialah: "Paduka
yang Mahamulia Susuhunan dengan ini menyerahkan secara syah kepada Kompeni
untuk melindungi daerah-daerah Sumenep dan Pamekasan…. secara
yang sama seperti dilakukan oleh Bupati yang terdahulu waktu menyerahkan
daerahnya kepada Kompeni….”(Resink, 1984: 252). Pada saat perjanjian tersebut
daerah Sumenep berada dibawah masa pemerintahan Panembahan Romo (Cokronegoro
II).
Pada
masa pemerintahan Kanjeng R. Tumenggung Ario Cokronegoro IV (1744-1749) terjadi
pemberontakan yang dipimpin Ke' Lesap dari Bangkalan. Pada saat itu Ke Lesap menggalang kekuatan rakyat yang
sudah membenci pemerintahan Kompeni. Ia berjuang dari Timur dengan cara
menguasai Keraton Sumenep. Ke Lesap memerintah Sumenep hanya dalam waktu 1
tahun yaitu tahun 1749-1750. Pemerintahan berikutnya dipegang oleh Kanjeng R.
Ayu Rasmana Tirtonegoro (1750-1762) keturunan dari Kanjeng Pangeran Ario
Yudanegara yang kemudian menikah dengan seorang ulama bernama Bendoro Saud.
Beliau kemudian oleh Kompeni dinobatkan sebagai Adipati Sumenep dengan gelarnya
Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro.
Raden
Asirudin adalah Adipati Sumenep XXXI. Beliau adalah putra Kanjeng Tumenggung
Ario Tirtonegoro dan Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtonegoro, atas permintaan kedua
orangtuanya, beliau oleh Kompeni dikabulkan dan diangkat menjadi
Adipati Sumenep menggantikan ayahnya. Beliau memerintah pada tahun 1762-1811
dengan gelar Pangeran Natakusuma I kemudian berganti menjadi Tumenggung Ario
Notokusumo dan kemudian dikenal dengan sebutan Panembahan Somala beliau juga
dikenal dengan Sultan Sumenep I. Selain itu beliau juga pendiri Keraton
Sumenep, Masjid Jamik Sumenep dan Asta Tinggi. Selanjutnya setelah beliau
mangkat, yang menggantikannya adalah putranya yang bernama Kanjeng Pangeran
Ario Kusumadiningrat namun setelah beberapa bulan menjadi Adipati kemudian
beliau dipindah ke Pasuruan oleh Pemerintah Hindia-Belanda dan sebagai penggantinya
adalah Kanjeng R. Tumenggung Abdurraman Tirtadiningrat (saudara Kanjeng
Pangeran Ario Kusumadiningrat) kemudian dinaikkan tahtanya menjadi
Panembahan Natakusuma II dan selanjutnya dinaikan lagi tahtanya menjadi Sultan
Abdurrahman Pakunataningrat I.
Selama
Sumenep jatuh kedalam wilayah pemerintahan VOC sampai pemerintahan Kolonial
Belanda, Wilayah Sumenep tidak diperintah secara langsung, dan hal ini tentunya
berbeda dengan wilayah lainnya di wilayah Hindia-Belanda, Para Penguasa Sumenep
diberi kebebasan dalam memerintah wilayahnya namun tetap dalam ikatan-ikatan
kontrak yang telah ditetapkan oleh Kolonial Kala itu. Selanjutnya pada tahun
1883, Pemerintah Hindia Belanda mulai menghapus sistem sebelumnya (keswaprajaan),
Kerajaan-kerajaan di Madura termasuk di Sumenep dikelola langsung oleh Nederland
Indische Regening.
Pada
saat periode pemerintahan Kanjeng Pangeran Ario Pakunataningrat II yang
memerintah pada tahun 1879-1901 pemerintahan kolonial mulai membangun berbagai
fasilitas-fasilitas di Sumenep seiring dengan di berlakukannya politik etis
pada saat itu, maka Pemerintah Hindia - Belanda di Sumenep, membangun beberapa
fasilitas, di antaranya :
a.
Pembangunan DAM/Irigasi di
Sungai Kebon Agung
b.
Pembangunan HIS Soemenep
c.
Pembangunan fasilitas transportasi
(kereta api Madura,ghaladak
rantai) di Kali Marengan
d.
Pembangunan Pabrik Garam
Briket Modern di Kecamatan Kalianget.
Julukan
dan semboyan
Sumenep
memiliki semboyan "Sumekar", akronim dari
"Sumenep Karaton", karena semenjak dahulu wilayah
ini terdapat puluhan Keraton/Istana sebagai pusat pemerintahan sang Adipati.
Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Sumenep mempunyai brand image "Sumenep
The Heart Purity", julukan tersebut didasarkan pada
tingkah pola masyarakatnya yang selalu menjunjung tinggi tata krama serta
keramahan kepada setiap tamunya maupun kondisi geografis alamnya yang selalu
memberikan keramahan dan kenyamanan bagi setiap wisatawan. Kota Sumenep juga
dikenal dengan sebutan Bumi Sumekar, selain itu beberapa pulau di Sumenep juga
ada julukannya tersendiri, semisal
Kepulauan Kapajang untuk gabungan dari nama Pulau Kangean, Paleat, dan
Sepanjang, karena dipulau-pulau inilah taman-taman laut berupa terumbu karang
dan kehidupan laut lainnya berkembang layaknya taman nasional Bunaken.
Selain
itu Pulau Kangean juga lebih dikenal dengan sebutan Pulau Cukir, karena di
wilayah inilah fauna khas Sumenep berupa Ayam bekisar banyak dikembangkan.
Sekarang hewan unggas ini menjadi maskot Sumenep dan juga Provinsi Jawa Timur.
Luas
Wilayah
Luas
Wilayah Kabupaten Sumenep adalah 2.093,457573 km², terdiri dari pemukiman
seluas 179,324696 km², areal hutan seluas 423,958 km², rumput tanah kosong
seluas 14,680877 km² , perkebunan/tegalan/semak belukar/ladang seluas
1.130,190914 km² , kolam/ pertambakan/air payau/danau/waduk/rawa seluas 59,07
km² , dan lain-lainnya seluas 63,413086 km² . Untuk luas lautan Kabupaten
Sumenep yang potensial dengan keanekaragaman sumber daya kelautan dan
perikanannya seluas + 50.000 km² .
Pariwisata
Pariwisata
merupakan salah satu potensi unggulan di Kabupaten Sumenep. Ada beberapa jenis
potensi wisata, yang dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Museum Keraton
Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah daerah Sumenep yang
didalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda cagar budaya peninggalan
keluarga Karaton Sumenep dan beberapa peninggalan masa kerajaan hindu budha
seperti arca Wisnu dan Lingga yang ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam
museum terdapat juga beberapa koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep
seperti guci keramik dari Cina dan Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris
kepada Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I atas jasanya yang telah banyak
membantu Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur Inggris dalam penelitian
yang dilakukannya di Indonesia. Masjid
Jamik Sumenep tahun 1890-1917.
2. Keraton
Sumenep merupakan peninggalan pusaka Sumenep yang dibangun oleh Raja/Adipati Sumenep XXXI,
Panembahan Sumolo Asirudin Pakunataningrat dan diperluas oleh keturunannya
yaitu Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I. Karaton Sumenep sendiri
letaknya tepat berada di depan Museum Karaton Sumenep,
3. Masjid
Jamik Sumenep merupakan bangunan yang mempunyai arsitektur yang khas, memadukan
berbagai kebudayaan menjadi bentuk yang unik dan megah, dibangun oleh Panembahan
Somala Asirudin Pakunataningrat yang memerintah pada tahun 1762-1811 M dengan
arsitek berkebangsaan tionghoa "law pia ngho"
4. Kota
Tua Kalianget letaknya di sebelah timur kota Sumenep, disini para pengunjung
bisa melihat peninggalan-peninggalan Pabrik garam, Arsitektur Kolonial dan
beberapa daerah pertahanan yang dibangun Oleh Pemerintahan Kolonial saat
menjajah wilayah Sumenep,
5. Rumah
Adat Tradisional Madura Tanean Lanjhang , bisa ditemui di beberapa daerah
menuju pantai lombang maupun menuju pantai slopeng,
6. Benteng
VOC Kalimo'ok di Kalianget.
Wisata Religi/Ziarah
1.
Asta Karang Sabu
merupakan kompleks pemakaman keluarga Raja/ Adipati Sumenep yang memerintah
pada abad 15 yaitu Pangeran
Ario kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan. di daerah karang sabu inilah
beliau memimpin pemerintah Sumenep pada saat itu.
2.
Kompleks
pemakaman Asta Tinggi Sumenep merupakan kompleks pemakaman Raja-Raja Sumenep
yang dibangun pada tahun 1644 M. terletak di daerah
dataran Tinggi Kebon Agung Sumenep.
3.
Asta Yusuf
merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Pulau Talango,
makam tersebut ditemukan oleh Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat ketika
betolak menuju Bali pada tahun 1212 hijriah
(1791)
4.
Asta Katandur
merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Sumenep, Pangeran Katandur yang juga
salah satu tokoh yang ahli dalam bidang
pertanian dan menurut berbagai sumber, Pangeran
Katandur juga merupakan
pencipta tradisi kerapan sapi
5.
Makam Pangeran
Panembahan Joharsari yang merupakan salah satu Adipati Sumenep V yang pertama
kali memeluk Agama islam di Bluto,
Wisata Alam
Hutan
Cemara udang di sepanjang bibir Pantai Utara Sumenep sepanjang
30 km, menambah suasana indahnya Bumi Sumekar
1.
Pantai Lombang
adalah pantai dengan hamparan pasir putih dan gugusan tanaman cemara udang yang
tumbuh di areal tepi dan sekitar pantai. Suasananya sangat teduh dan indah
sekali. Pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi
pohon cemara udang.
2.
Pantai Slopeng
adalah pantai dengan hamparan gunung pasir putih yang mengelilingi sisi pantai
sepanjang hampir 6 km. Kawasan pantai ini sangat cocok untuk mancing ria karena
areal lautnya kaya akan beragam jenis ikan, termasuk jenis ikan tongkol,
3.
Pantai Ponjug di
Pulau Talango,
4.
Pantai Badur di
Kecamatan Batu Putih,
5.
Taman Air
Kiermata di Kecamatan Saronggi,
6.
Goa Jeruk Asta
Tinggi Sumenep,
7.
Goa Kuning di
Kecamatan Kangean,
8.
Goa Payudan di
Kecamatan Guluk-Guluk
Seni Tari
1.
Tari Moang
Sangkal
2.
Tari Codi'
Somekkar
3.
Tari Gambu
Seni
Musik
1. Musik
Saronen
2. Musik
Tong-tong
3. Musik
gambus
Seni
Kriya
1. Batik
Tulis Sumenep , sentra batik tulis di Sumenep terdapat di desa Pakandangan
Barat Kecamatan Bluto,
2. Keris,
sentra pembuatan senjata keris di Sumenep terdapat di desa Aeng tong tong dan
desa desa Palongan Kecamatan Bluto,
3. Sentra
Ukiran Sumenep Madura terdapat di desa Karduluk,Sentra pembuatan Perahu Madura
terdapat di desa Slopeng dan Pulau Sapudi,
4. Sentra
Pembuatan Topeng Madura
Budaya
1. Mamaca
2. Mamapar
gigi
3. Kalenengan
Karaton
4. Tandha'Tan-pangantanan
5. Ojhung
6. Topeng
dhalang
7. Lodrok
8. Sape
Sono'
9. Karapan
Sapi
10. Upacara
Adat Nyadar
11. Upacara
Adat Penganten Ngekak Sangger
Makanan dan Minuman Khas
1. Rujak
Cingur Sumenep
2. Kaldu
Kokot
3. Kalsot
(kaldu soto)
4. Lontong
Campor
5. Apen
Parsanga
6. Soto
Madura
7. Sate
Madura
8. Man
reman
9. Macho
10. Pattola
11. Mento
12. Nasi
Jagung Kuah Maronggi ( daun kelor )
13. Kripik
Singkong
14. Jubada
15. Rengginang
Lorjuk
16. Pokak
Saripah
Event
Wisata
1. Semalam
di Karaton
2. Prosesi
Pelantikan Arya Wiraraja
3. Karapan
Sapi
4. Tellasan
Topak
Maskot
Fauna Identitas Kabupaten Sumenep adalah Ayam bekisar yang berasal dari Pulau Kangean. Fauna ini tak hanya
menjadi identitas daerah Sumenep namun juga menjadi identitas Provinsi Jawa Timur. Selain mempunyai fauna khas, Sumenep juga mempunyai flora khas yaitu Pohon Cemara Udang yang tumbuh
subur di lokasi wisata Pantai Lombang. Saat ini pohon cemara udang termasuk salah satu flora yang dilindungi oleh UU dan Perda Kabupten Sumenep.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sumenep adalah nama salah satu
Kabupaten diujung paling timur Pulau Madura, yang konon katanya merupakan
Kadipaten berpangaruh atas lahirnya Kerajaan Majapahit dahulu. Berdirinya
Kabupaten ini tak luput dari peran tokoh zaman kerajaan yang bijaksana dan
pintar yakni “Arya Wiraraja”. Dalam tulisan kali ini, Warta Giligenting mencoba mengingatkan akan
sejarah Sumenep dilihat dari asal usul nama “Sumenep”.
Dari kabar yang berkembang di kalangan
masyarakat Kabupaten Sumenep, soal asal usul nama Sumenep masih terdapat
perbedaan dalam memaknainya. Misalnya kalangan kelompok terpelajar dan tinggal
di sekitar pusat kabupaten Sumenep, umumnya menyebut dengan kata Sumenep.
Sedangkan masyarakat yang tinggal di pedesaan, menyebutnya dengan kata
“Songennep”. Namun dari sumber Pararaton disebutkan kata Songennep dikenal atau
lahir lebih awal daripada sebutan Sumenep.
Pararaton menyebutkan sejumlah bukti
antara lain sebutan Songennep lebih banyak dipakai atau dikenal oleh sebagian
besar penduduk kabupaten Sumenep. Kemudian, pengarang buku sejarah dari Madura
R. Werdisastro menggunakan istilah Songennep dalam bukunya berjudul “Babad
Songennep”. Sementara sebutan Songennep kurang populer di masyarakat pedesaan
Sumenep, (80% dari jumlah penduduk kabupaten Sumenep tinggal di desa).
B.
Saran
Karena
keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang Sejarah kerajaan sumenep,
ditambah lagi dengan sejarah kabupaten sumenep, mengakibatkan terdapat sedikit
kesulitan orang-orang sumenep sendiri tidak tahu tentang sejarahnya kerajaan
sumenep menjadi kabupaten sumenep. Tetapi karena keterbatasan itulah saya
termotivasi untuk mengetahui tentang sejarah sumenep di dalam makalah tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar